Kita suka menenangkan diri dengan hal-hal yang klise. Ah, cantik itu hanya setipis kulit. Dia cantik? Tergantung sih siapa yang lihat. Cantik itu tergantung dari kelakuannya. Pretty is as pretty does. Dan yang paling parah, 'yang penting cantik hatinya'. Doh! Aku suka banget sama logika pernyataan ini 'Cantik itu relatif, tapi jelek adalah absolut'.
Di sebuah era feminis dan sarat politis, belum lagi jargon yang meneriakkan kalau pria dan wanita itu diciptakan setara, padahal faktanya sangat berbeda, kecantikan bisa membuat pikiran dan hati kita gundah, bingung, bahkan marah. Orang lain yang cantik, hati kita yang mendidih tak terima.
Well, dilihat dari baik atau buruknya, cantik itu penting. Seberapa penting? Uji saja nilai-nilai hidup kita. Dengan keberuntungan, semakin lama kita hidup dan menerima kondisi kita di dunia ini, semakin murah hati definisi yang kita beri buat si cantik.
Henry James bertemu dengan novelis wanita Inggris George Eliott saat ia berusia 49 tahun. Silas Marner, Adam Bede, and The Mill on the Floss adalah buku-buku yang sudah ditulis Elliot saat itu. Middlemarch yang menjadi 'greatest hit' sedang dalam proses penulisan.
"Dia jelek banget!," tulis James pada ayahnya. "Dahinya rendah, mata abu-abunya membosankan, hidungnya panjang menjuntai, mulutnya lebar, penuh sama gigi yang nggak rata… Namun, dengan keburukan di semua tempat, ada kekuatan menawan yang, setiap beberapa menit, mencuri perhatian dan menawan pikiranku. Di akhir pertemuan itu, aku jatuh cinta padanya."
Dalam negeri dongeng, hanya si tulus hati yang mampu melihat ada seorang pangeran tampan dalam tubuh seekor kodok jelek. Mungkin, sangatlah manusiawi saat kita percaya kalau kecantikan tidak semata-mata tergantung mata. Tapi hati kita pun bisa mengakuinya.
Pencarian kecantikan terbentang sepanjang abad dan benua. Sebuah relief di makam seorang bangsawan Mesir Ptahhotep, yang hidup sekitar 2400 SM, menunjukkan sang bangsawan tengah mendapat perawatan pedikur. Cleopatra memakai celak, eyeliner yang dibuat dari gerusan beberapa mineral. Asal tahu saja, Cleopatra pada masa itu adalah seorang wanita berkulit legam dengan rambut kaku seperti kawat dan bibir supertebal. Aneh sekali kalau Hollywood pernah menghidupkan cewek ini lewat aktris cantik jelita Elizabeth Taylor yang berkulit bening mulus bak pualam dan bermata ungu. [Sigh!]
Tampil tak bercela dan semangat narsis yang tinggi di antara aristokrat Perancis di abad ke18 membuat si pemikir besar Montesquieu menulis: "Tak ada yang lebih serius dari kejadian di pagi hari saat Madam akan ke toilet. Tapi sang monsieur pun tak kalah narsisnya dengan wig ikal bertumpuk, sarung tangan yang wangi, dan pemerah pipi. Mereka punya warna sendiri, toilet, bedak bubuk, minyak rambut, parfum." Ia melanjutkan, "dan kegiatan ini jauh lebih penting daripada menjamu tamu agung."
Pencarian kecantikan bisa menggelikan. Untuk memperjelas darah bangsawan mereka secara harafiah, para wanita di hadapan Raja Louis XVI menggambari nadi biru di leher dan punggung mereka dengan tinta.
Pencarian kecantikan bisa mematikan. Warna merah vermilion yang digunakan di abad 18 dibuat dari sulfur dan merkuri. Pria dan wanita yang mengulaskannya pada bibir mereka berisiko kehilangan gigi dan gusi yang meradang. Di abad 19, para wanita mengenakan tulang paus dan korset baja yang menyulitkan mereka bernapas.
Pencarian kecantikan bisa sangat mahal harganya. Tahun lalu, di Amerika Serikat, orang menghamburkan enam milyar dollar untuk wewangian dan 6 milyar lagi untuk makeup. Produk rambut dan kulit menguras delapan milyar dollar masing-masing, sementara untuk urusan kuku berbiaya satu milyar. Dalam kegilaan menurunkan berat badan, 20 milyar dihamburkan orang untuk produk diet dan jasanya—belum termasuk milyaran lagi untuk membayar keanggotaan fitness dan operasi plastik.
Diluar biaya, pencarian ini membuahkan hasil. Sebuah obsesi yang dicontohkan dari wanita Copper Eskimo yang membiarkan salju masuk ke dalam sepatu boot-nya sehingga memengaruhi gayanya berjalan. Lenggak lenggok karena dinginnya es ini konon membuat para pria terpesona—sebuah pernyataan fashion yang mirip dengan mengikat kaki di tradisi Cina kuno.
Dan lihat ini: Beautiful is about instinct! Seorang bayi 6 bulan ternyata sudah tahu mana orang yang rupawan atau tidak. Dia diperlihatkan rangkaian foto wajah yang sudah diukur tingkat pesonanya oleh polling mahasiswa. Sebuah slide ditembakkan; pengukur waktu mulai berdetik saat si bayi menatap gambar di foto. Si bayi melengos; pengukur waktu berhenti. Slide berganti wajah.
Setelah lebih dari satu dekade penelitian ini, Judith Langlois, profesor psikologi dari University of Texas di Austin, yakin kalau bayi ini, dan bayi-bayi lainnya yang sudah dites, akan menatap lebih lama pada mereka yang berwajah menarik daripada mereka yang tidak.
Dan pemikiranku adalah, kalau bayi saja bisa melakukan itu, apalagi orang dewasa....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar